Sunday, July 12, 2009

Ditiru Daerah Lain, setelah Menerapkan Manajemen Pengolahan Terpadu

Secara perlahan Rumah Kompos di Perumahan Griya Melati memperbaiki manajemen pengolahan sampah. Selain itu, mereka juga mengembangkan dan membuat lingkungan turut berpartisipasi. Keberhasilan pengolahanpun tersiar hingga ke luar daerah. Warga RW lain, pemerintah dan dewan telah datang ke tempat ini. Beberapa daerah di luar pun mengundang petugasnya agar menularkan keahlian pembuatan kompos.

Dua tahun merintis usaha pengelolaan sampah, para perintis beranjak untuk mengembangkan manajemennya. Lagi-lagi, keberadaan masyarakat menjadi pendukung utama programnya.
Dari hasil pengolahan sekitar 1,5 meter kubik sampah per hari, dalam dua bulan, sebanyak 250 kantong seberat 2 kg kompos dihasilkan rumah kompos di RW 13 perumahan Griya Melati Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat.
Agar warga turut serta dalam pengolahan sampah lingkungan, Ketua RW 13 Tri Bangun Laksono, mengemas pengelolaan dengan manajemen pengolahan sampah yang cukup unik. Dirinya ingin memberikan nilai tambah kepada pengelola, sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat agar berpartisipasi dalam pengelolaan sampah.
Setelah setahun setengah mengelola rumah kompos, akhirnya Soni membeberkan rencana besarnya kepada masyarakat lingkungan perumahannya. Dijelaskannya pula, bagaimana agar lebih memudahkan pengolahan sebaiknya sampah rumah tangga dipisahkan. “Setelah masyarakat penasaran barulah kita sosialisasi lewat masjid dan RT-RT,” katanya.
Agar semua pihak mendukung, perumahan pun menetapkan larangan kepada para pemulung masuk ke lingkungan perumahan. Para petugas yang dapat menjual hasil sampah yang tak bisa diolah dan menghasilkan uang. Pun dengan hasil olahan sampah berupa kompos mendatangkan hasil sampingan bagi petugas keamanan disamping pengelolanya.
Setiap bungkus pupuk kompos akan ditempatkan di workshop tepat di kantor keamanan. "Harga jual di kantor security telah dinaikkan dan hasilnya dipakai untuk keperluan mereka," terang Soni. Pembeli yang berasal dari perumahan lain kerap pulang dengan pupuk kompos.
Pengalaman menciptakan kebersihan pulalah yang mengundang banyak pihak bertandang ke pengolahan pupuk kompos tersebut. Pernah rombongan yang berasal dari salahsatu kecamatan di Kota Bogor mengunjungi dan meminta perihal pengelolaan sampah.
Pengolahan sampah sederhana dengan hasil yang terlihat menjadi daya tarik bagi para pengunjung. Salah seorang pengunjung pernah terheran-heran dengan modal awal pengolahan kompos tersebut. Pengolahan sampah lingkungan di Jakarta membutuhkan dana hingga Rp300 juta, padahal dengan memanfaatkan fasum dan uang sebesar Rp500 ribu, pengolahan sampah hadir di lingkungan.
Hasil jalan-jalan pemerintah kota Batam ke Rumah kompos, membawa Ocin Heriyanto menjadi mentor pembuatan sampah selama sebulan di Batam. “Saya tidak menyangka karena dari mengolah sampah, saya bisa mengajari orang lain,” ucapnya sembari tersenyum

Melihat Pengolahan Sampah Lingkungan Menjadi Kompos

Berkat usaha dan kerja keras selama dua tahun, pengelolaan sampah yang dirancang warga RW 13 Perumahan Griya Melati Bubulak menjadi pilot project bagi penanganan sampah di Kota Bogor. Padahal, awalnya usaha itu dilirik dengan sungkan oleh masyarakat sekitar. Bagaimana perjuangan mereka hingga menjadi RW terbersih se-Kota Bogor?

Di tangan petugas rumah kompos di Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat, sampah bukan lagi momok dan sumber masalah. Tak hanya terbebas dari tumpukan sampah, lingkungan bersih lekat pada lingkungan tersebut. Terletak di lahan fasilitas umum (fasum) perumahan Griya Melati RW 13 Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat, rumah pengolahan kompos dilengkapi dengan berbagai peralatan dan sampah yang sedang dalam pengolahan.
Cetakan sampah berbentuk segi empat disusun bertumpuk-tumpuk hingga setengah meter. Di sisi lainnya, bak permanen berisi sampah rumah tangga dan air hasil pengolahan sampah menjadi aksesoris utama di bawah bangunan semi permanen yang rimbun dengan tanaman liar di sekitarnya.
Keadaan ini, sama sekali tak pernah terlintas di benak Tri Bangun Laksono, Ketua RW 13 yang mempunyai ide membangun tempat pengolahan sampah di lingkungan tempat tinggalnya. Kekhawatiran akan makin menumpuknya sampah sementara tak banyak tempat sampah berada di dekat rumahnya merupakan awal munculnya ide tersebut.
Dua tahun lalu, Soni, begitu panggilan akrab Tri Bangun, melihat timbunan sampah yang berada di dekat rumahnya dan persis di belakang masjid bila dibiarkan akan menjadi masalah besar. Tujuan utama yang ingin dilakoni Soni mengakhiri masalah kebersihan.
“Meski sampah rumah tangga diangkut dari petugas kebersihan pemerintah, tapi ada juga sampah yang tidak diangkut seperti sampah taman yang saya khawatirkan akan menjadi masalah,” ujarnya, menceritakan awal dirinya menjalankan pengelolaan sampah.
Diskusi bersama rekan yang sukses mengelola sampah di Jakarta dan dibantu beberapa orang tetangganya, tumpukan sampah mulai dibersihkan. Sambil bercerita, Soni mengabaikan pandangan bertanya tetangganya. Kejutan berupa keluarnya beberapa hewan melata seperti ular dan sarang tikus juga mewarnai pembabatan tahap awal.
“Prinsipnya kerjakan dulu, tidak perlu rapat atau sosialisasi. Nanti kalau keingintahuan masyarakat memuncak, barulah kita jawab dengan sosialisasi,” katanya.
Berbekal uang sebesar Rp500 ribu, mulailah proses pengolahan. Sampah keluarganya dan beberapa tetangga dikumpulkan dan dipilah. Sampah rumah tangga organik kemudian dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 30:70. Setelah dicampur, sampah dicetak segi empat agar tak terlalu memakan tempat. Karena memang bertujuan membersihkan lingkungan, proses yang dibutuhkan untuk membuat kompos tak perlu terburu-buru, yakni 2,5 bulan. “Waktu selama itu adalah waktu yang pas karena jumlah bakteri di kompos sudah sesuai,” ujar penanggung jawab rumah kompos Ocin Heriyanto.
Ocin bersama dua orang lainnya, yang sehari-hari memilah sampah yang masuk masyarakat sebanyak 1,5 meter kubik perharinya. Setelah pengolahan, jumlah kompos yang dihasilkan mencapai sekitar 250 kantong seberat 2 kg. Ternyata tak sampai disitu saja, hasil pengolahan sampah yang berbentuk cair tak dibuang. “Air hasil buangan dipakai lagi dalam pengolahan sampah,” terang Ocin yang terbang hingga ke Batam berbagi ilmu pengolahan sampah.
Hasilnya, dua tahun berjalan, RW 13 perumahan Griya Melati menjadi RW terbersih di Kota Bogor. Antusias masyarakat juga kian meningkat dan menyebar ke RW-RW lainnya