Berkat usaha dan kerja keras selama dua tahun, pengelolaan sampah yang dirancang warga RW 13 Perumahan Griya Melati Bubulak menjadi pilot project bagi penanganan sampah di Kota Bogor. Padahal, awalnya usaha itu dilirik dengan sungkan oleh masyarakat sekitar. Bagaimana perjuangan mereka hingga menjadi RW terbersih se-Kota Bogor?
Di tangan petugas rumah kompos di Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat, sampah bukan lagi momok dan sumber masalah. Tak hanya terbebas dari tumpukan sampah, lingkungan bersih lekat pada lingkungan tersebut. Terletak di lahan fasilitas umum (fasum) perumahan Griya Melati RW 13 Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat, rumah pengolahan kompos dilengkapi dengan berbagai peralatan dan sampah yang sedang dalam pengolahan.
Cetakan sampah berbentuk segi empat disusun bertumpuk-tumpuk hingga setengah meter. Di sisi lainnya, bak permanen berisi sampah rumah tangga dan air hasil pengolahan sampah menjadi aksesoris utama di bawah bangunan semi permanen yang rimbun dengan tanaman liar di sekitarnya.
Keadaan ini, sama sekali tak pernah terlintas di benak Tri Bangun Laksono, Ketua RW 13 yang mempunyai ide membangun tempat pengolahan sampah di lingkungan tempat tinggalnya. Kekhawatiran akan makin menumpuknya sampah sementara tak banyak tempat sampah berada di dekat rumahnya merupakan awal munculnya ide tersebut.
Dua tahun lalu, Soni, begitu panggilan akrab Tri Bangun, melihat timbunan sampah yang berada di dekat rumahnya dan persis di belakang masjid bila dibiarkan akan menjadi masalah besar. Tujuan utama yang ingin dilakoni Soni mengakhiri masalah kebersihan.
“Meski sampah rumah tangga diangkut dari petugas kebersihan pemerintah, tapi ada juga sampah yang tidak diangkut seperti sampah taman yang saya khawatirkan akan menjadi masalah,” ujarnya, menceritakan awal dirinya menjalankan pengelolaan sampah.
Diskusi bersama rekan yang sukses mengelola sampah di Jakarta dan dibantu beberapa orang tetangganya, tumpukan sampah mulai dibersihkan. Sambil bercerita, Soni mengabaikan pandangan bertanya tetangganya. Kejutan berupa keluarnya beberapa hewan melata seperti ular dan sarang tikus juga mewarnai pembabatan tahap awal.
“Prinsipnya kerjakan dulu, tidak perlu rapat atau sosialisasi. Nanti kalau keingintahuan masyarakat memuncak, barulah kita jawab dengan sosialisasi,” katanya.
Berbekal uang sebesar Rp500 ribu, mulailah proses pengolahan. Sampah keluarganya dan beberapa tetangga dikumpulkan dan dipilah. Sampah rumah tangga organik kemudian dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 30:70. Setelah dicampur, sampah dicetak segi empat agar tak terlalu memakan tempat. Karena memang bertujuan membersihkan lingkungan, proses yang dibutuhkan untuk membuat kompos tak perlu terburu-buru, yakni 2,5 bulan. “Waktu selama itu adalah waktu yang pas karena jumlah bakteri di kompos sudah sesuai,” ujar penanggung jawab rumah kompos Ocin Heriyanto.
Ocin bersama dua orang lainnya, yang sehari-hari memilah sampah yang masuk masyarakat sebanyak 1,5 meter kubik perharinya. Setelah pengolahan, jumlah kompos yang dihasilkan mencapai sekitar 250 kantong seberat 2 kg. Ternyata tak sampai disitu saja, hasil pengolahan sampah yang berbentuk cair tak dibuang. “Air hasil buangan dipakai lagi dalam pengolahan sampah,” terang Ocin yang terbang hingga ke Batam berbagi ilmu pengolahan sampah.
Hasilnya, dua tahun berjalan, RW 13 perumahan Griya Melati menjadi RW terbersih di Kota Bogor. Antusias masyarakat juga kian meningkat dan menyebar ke RW-RW lainnya
No comments:
Post a Comment