Secara perlahan Rumah Kompos di Perumahan Griya Melati memperbaiki manajemen pengolahan sampah. Selain itu, mereka juga mengembangkan dan membuat lingkungan turut berpartisipasi. Keberhasilan pengolahanpun tersiar hingga ke luar daerah. Warga RW lain, pemerintah dan dewan telah datang ke tempat ini. Beberapa daerah di luar pun mengundang petugasnya agar menularkan keahlian pembuatan kompos.
Dua tahun merintis usaha pengelolaan sampah, para perintis beranjak untuk mengembangkan manajemennya. Lagi-lagi, keberadaan masyarakat menjadi pendukung utama programnya.
Dari hasil pengolahan sekitar 1,5 meter kubik sampah per hari, dalam dua bulan, sebanyak 250 kantong seberat 2 kg kompos dihasilkan rumah kompos di RW 13 perumahan Griya Melati Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat.
Agar warga turut serta dalam pengolahan sampah lingkungan, Ketua RW 13 Tri Bangun Laksono, mengemas pengelolaan dengan manajemen pengolahan sampah yang cukup unik. Dirinya ingin memberikan nilai tambah kepada pengelola, sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat agar berpartisipasi dalam pengelolaan sampah.
Setelah setahun setengah mengelola rumah kompos, akhirnya Soni membeberkan rencana besarnya kepada masyarakat lingkungan perumahannya. Dijelaskannya pula, bagaimana agar lebih memudahkan pengolahan sebaiknya sampah rumah tangga dipisahkan. “Setelah masyarakat penasaran barulah kita sosialisasi lewat masjid dan RT-RT,” katanya.
Agar semua pihak mendukung, perumahan pun menetapkan larangan kepada para pemulung masuk ke lingkungan perumahan. Para petugas yang dapat menjual hasil sampah yang tak bisa diolah dan menghasilkan uang. Pun dengan hasil olahan sampah berupa kompos mendatangkan hasil sampingan bagi petugas keamanan disamping pengelolanya.
Setiap bungkus pupuk kompos akan ditempatkan di workshop tepat di kantor keamanan. "Harga jual di kantor security telah dinaikkan dan hasilnya dipakai untuk keperluan mereka," terang Soni. Pembeli yang berasal dari perumahan lain kerap pulang dengan pupuk kompos.
Pengalaman menciptakan kebersihan pulalah yang mengundang banyak pihak bertandang ke pengolahan pupuk kompos tersebut. Pernah rombongan yang berasal dari salahsatu kecamatan di Kota Bogor mengunjungi dan meminta perihal pengelolaan sampah.
Pengolahan sampah sederhana dengan hasil yang terlihat menjadi daya tarik bagi para pengunjung. Salah seorang pengunjung pernah terheran-heran dengan modal awal pengolahan kompos tersebut. Pengolahan sampah lingkungan di Jakarta membutuhkan dana hingga Rp300 juta, padahal dengan memanfaatkan fasum dan uang sebesar Rp500 ribu, pengolahan sampah hadir di lingkungan.
Hasil jalan-jalan pemerintah kota Batam ke Rumah kompos, membawa Ocin Heriyanto menjadi mentor pembuatan sampah selama sebulan di Batam. “Saya tidak menyangka karena dari mengolah sampah, saya bisa mengajari orang lain,” ucapnya sembari tersenyum